Welcome

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. An-Nuur (24) : 40

Rabu, 22 Mei 2013

Kemenristek Dukung Susun Roadmap Regulasi Energi Laut


Kamis, 9 MEI 2013. Pencerahan tatanan pemakaian energi di Indonesia untuk industri dan komersial sebesar 47 – 49%; transportasi sebesar kurang lebih 40%; dan rumah tangga sebesar 11%, disampaikan oleh Deputi Bidang Jaringan Iptek, Agus R.Hoetman dalam pembukaan Fokus Grup Diskusi “Penyusunan Roadmap Regulasi Energi Laut” yang dihadiri oleh pegiat  Energi Laut bekerjasama dengan ASELI (Asosiasi Energi Laut Indonesia), pada 8 Mei 2013 di Bandung.

Dipaparkan peta alur kebijakan pengembangan iptek di Indonesia dibagi menjadi tiga, 1) Kebijakan Hulu yang mencerminkan peta kondisi di hulu, contohnya untuk energi laut, yang diprioritaskan untuk dikembangkan misalnya energi arus laut; (2) kebijakan proses, contohnya penetapan kebijakan mengenai konversi energi; (3)Kebijakan hilir seperti distribusinya, harga, infrastruktur,“paparnya.

Menurutnya, pembahasan roadmap regulasi energi laut ini juga diharapkan dapat mengakomodir mengenai koordinasi dan penguatan untuk Jaringan, pengembangan iptek juga harus diarahkan supaya berpihak kepada produk nasional.

ROADMAP ENERGI LAUT 
Terkait roadmap energi laut,  harus diperhatikan Evaluasi kebijakan mulai dari hulu, proses, sampai hilir; Komitmen untuk berpihak pada produk nasional dan untuk kesejahteraan masyarakat“, pesan Agus lagi.     

Pada kesempatannya, Asdep Jaringan Penyedia dengan Lembaga Regulasi, Anny Sulaswatty, melaporkan bahwa forum Diskusi ini sebagai tindak lanjut dari hasil kajian Asdep Jaringan Penyedia dengan Lembaga Regulasi Tahun 2012. Dimana dari hasil kajian tersebut direkomendasikan untuk membuat roadmap regulasi energi laut”, Lapornya.

Di acara yang sama, Ketua ASELI, Prof. Mukhtasor, menyampaikan kegiatan Aseli pemetaan potensi pada tahun 2012 akan dilakukan ratifikasi supaya angka tersebut dapat menjadi angka potensi energi laut nasional; Kerja sama internasional dalam pengembangan energi laut di Indonesia seperti dengan UNDP, UNIDO, Global Environment Fund. Sudah terjadi banyak kemajuan dalam pengembangan energi laut yaitu adanya kerja sama antara PT. Prima Spring Mfg  dengan KemPU, T-Files dengan KemenKP, BPPT dengan USAID, Zamrisaf dengan Ristek“,ujarnya

Menurut Mukhtasor, enam tantangan roadmap pengembangan energi laut yaitu: 1) Lingkup Kebijakan, 2) Pengembangan Industri, 3) Pengembangan Pasar, 4) Pengembangan Teknologi, 5) Dampak Lingkungan serta 6) Planning Framework.

Wakil Komisi teknologi ASELI, Ahmad Mukhlis Firdaus, memaparkan konsep potensi energi laut Indonesia beserta pemetaannya serta perkembangan teknologi nasional dan alur fikir dalam penyusunan road map regulasi energi laut.

PT. T-Files yang diwakili oleh Deus Prizfelix, memaparkan mengenai pengalaman PT. T-Files dalam mengimplementasikan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Arus Laut T-Files, dimana inisiatif sebaiknya muncul dari pemerintah daerah karena lebih tahu kondisi sosial ekonomi masyarakat, kemudian dimintakan support dari Pemerintah Pusat, sehingga PLT AL ini dapat mendorong kegiatan ekonomi.

Hubungan dengan regulasi biasanya terjadi pada pra instalasi yaitu masalah perizinan. Perizinan di tiap – tiap daerah berbeda. Terkadang satu daerah hanya perlu izin kepada Pemda, namun pernah untuk satu daerah harus izin kepada 9 instansi yang berbeda. Sebaiknya untuk mempermudah dibuatkan sistem perizinan satu atap”, kata Deus.

Disisi lain rencana Balitbang KKP merealisasikan pemanfatan arus laut melalui support terbentuknya pilot plant pembangkit listrik tenaga energi laut dengan melakukan Feasibility Study sebesar 10 M. Follow up FS ini akan dilakukan pembangunan PLT Energi Laut sebesar 1 atau 2 megawatt. Prioritas KKP adalah membangun di pulau-pulau terluar di Indonesia untuk menghidupkan aktivitas perekonomian mereka. Kendala yang dihadapi oleh KKP adalah belum adanya pemetaan pakar yang berhubungan dengan energi laut seperti pemetaan bidang ilmu atau jenis keahlian apa yang dibutuhkan ke depan. 

Lain halnya dengan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, menyebutkan bahwa kalau berbicara mengenai energi laut, tidak dapat dikompetisikan dengan energi konvensional yang ada sekarang. Apabila dibandingkan dengan perkembangan energi geothermal dengan energi laut, walaupun keduanya berawal dari investasi yang sama, energi laut jauh lebih ketinggalan perkembangannya dari energi panas bumi. Oleh karena itu diperlukan potret potensi sumber daya energi laut secara menyeluruh supaya dapat dipetakan kedepannya. 

Menurut Kapus P3GL Bandung kontribusi P3GL terhadap perkembangan energi laut adalah dengan mengadakan survei potensi energi laut dibeberapa daerah secara empiris. Dari mulai tahun 2006 telah didapatkan peta potensi energi laut di beberapa daerah seperti, nusa dua, lombok timur, dll. Pemetaan dilakukan secara terus – menerus baik pemetaan potensi, kajian kelayakan studi keekonomian, dan studi regional. Dari data ini dapat dibuat peta energi laut Indonesia.  Terkait mengenai regulasi, P3GL belum menyentuh aspek ini karena aspek ini merupakan kewenangan Dirjen EBTKE,” ujarnya.

Wakil dari BMKG memberikan masukan bahwa BMKG telah melakukan pemetaan energi gelombang, arus dan angin (wind offshore dan onshore). Data ini supaya dapat dimasukkan dalam peta potensi yang sedang disusun oleh Aseli.

Agus Hoetman menyebutkan untuk pengembangan SDM, Ristek memiliki berbagai beasiswa baik S2 maupun S3 yang dapat mendorong pengembangan SDM energi laut”, sambungnya.


PELAKU INDUSTRI ENERGI LAUT 

Perwakilan dari PT. Prima Spring Mfg, Busaeri (ERRY) , memperlihatkan produk teknologinya dan menerangkan mengenai spesifikasi serta keunggulannya. Teknologi yang sedang dikembangkan oleh PT. Prima Spring mfg adalah teknologi " multi conventer "   dimana dalam 1 (satu) perangkat sistem pembangkit listrik yang terapung di lautan yang dapat mengkonversi  2 atau 3 sumber energi, yaitu angin, ombak dan arus laut. Instalasi teknologi laut harus menganut prinsip mudah diinstalasi, mudah dirawat, dan selaras dengan program dan kepentingan daerah.

Masalah regulasi yang menjadi concern dari PT. Prima Sring adalah adanya pajak impor komponen yang mahal dibandingkan dengan impor satu produk teknologi. Dari pengalaman, satu komponen dapat dikenakan pajak 3 kali dan bisa mencapai 40% dari harga komponen.

PT. GEI memaparkan bahwa untuk dapat mengembangkan industri listrik tenaga gelombang laut di Indonesia ada 3 hal yang perlu dipersiapkan yaitu “infrastruktur, regulasi, dan ala” PLTGL – SB. Untuk infrastruktur yang perlu diperhatikan adalah lokasi, instalasi, keamanan dan keselamatan, perawatan dan keandalan alat. Untuk regulasinya dibutuhkan tanggung jawab lembaga terkait, model manajemen dan operator, dan peraturan mengenai perizinan.

Sebaiknya riset yang dilakukan oleh badan litbang pemerintah maupun perguruan tinggi dilakukan by target jangan by anggaran sehingga misalnya riset mengenai baterai bisa dilakukan multi years dan bisa sampai selesai.

Sebastian Lubis dari Jurusan Kelautan ITB, menyarankan sebaiknya regulasi tidak diarahkan untuk menjadi UU atau PP tersendiri, namun „menitipkan“ dalam RUU Kelautan, disisipkan mengenai energi laut. Sedangakan Wahyu Pandu dari BPPT menyampaikan bahwa disamping melakukan pemilihan teknologi, kita harus menyelesaikan PR mengenai potensi energi laut karena selama ini belum ada data empiris yang meng-cover satu tahun kondisi di satu lokasi. BPPT baru akan melakukan pengumpulan data untuk satu tahun ini di pantai selatan jawa. Kalau sudah dapat dikumpulkan data empiris yang layak maka dengan ditambahkan pemodelannya akan didapatkan data yang valid“, jelas Wahyu.  
 
Sebelum ditutup, Deputi jaringan Iptek, Agus Hoetman berpesan bahwa penyusunan road map regulasi ini juga harus jelas tanggung jawabnya, Who Doing What?. Ke depan supaya belajar dari perjalanan proyek – proyek EBT yang lalu dengan mempertimbangkan sustainable resource,  memperhatikan demand masyarakat supaya tidak konflik, serah terima pengelolaan lanjut kepada masyarakat profesional, Memperhatikan sosial budaya dan ekonomi masyarakat,  serta Penerapan teknologi yang tepat dengan masyarakat dan pemerintah daerah setempat”,pesannya

Diakhir acara, Mukhtasor selaku Ketua ASELI merangkum diskusi, dimana konsep Roadmap Regulasi Energi Laut akan di harmonisasikan oleh tim Kemenristek dan ASELI dan roadmap regulasi diarahkan untuk diintegrasikan ke dalam UU atau PP terkait serta diharapkan diakhir 2013 akan diterbitkan dokumen mengenai energi laut di Indonesia. 

Sumber :