Welcome

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. An-Nuur (24) : 40

Rabu, 21 Desember 2011

Jajagi Kembali OTEC di Indonesia: Toward Ocean Energy Development in Indonesia


Prof. Mukhtasor, paling kiri
Dalam kesempatan berkunjung ke Xenesys Inc., Imari Saga, Japan, pada 19 Desember 2011, Agus R Hoetman Staf Ahli Menristek bidang Energy dan Material Maju bersama  Mukhtasor, Professor Bidang Kelautan ITS Surabaya,, yang juga sebagai anggota DEN (Dewan Energi Nasional),  diterima oleh Taro Watanabe, Senior Executive Officer, yang juga sebagai Head of Imari Plant didampingi oleh Production Team, Design and Development Team dan Quality Control Team.

Watanabe, pada sambutan pembukanya, menjelaskan bahwa Perusahaan Xenesys telah memberikan perhatian pada energi laut selama lebih dari 10 tahun, dan telah bekerja pada penelitian dan pengembangan untuk mempelajari dan membawa ke tahap komersial, teknologi yang menjanjikan dengan potensi yang sangat besar; "Konversi Energi Panas Samudera (Ocean Thermal Energy Conversion/OTEC)". Dengan dukungan dari berbagai pemegang saham dan stakeholder, saya percaya sekarang adalah waktu untuk menunjukkan apa yang kita sudah persiapkan “, ujar Watanabe.

Xenesys OTEC Offshore
OTEC adalah energi terbarukan dengan harapan tinggi dan sangat potensial, sebagai power generation technology untuk memanfaatkan energi termal laut antara permukaan air laut yang hangat dan air laut dingin di kedalaman laut tertentu.

Menurut White Paper tentang Teknologi Energi Terbarukan yang dikeluarkan oleh New Energy Technology Development Organization (NEDO) pada bulan Juli 2010, peta jalan (roadmap) untuk OTEC telah dipetakan dengan tujuan teknis demonstrasi skala pabrik 1MW-pada tahun 2015 dan dimulainya operasi dari skala pabrik komersial 10mW-pada tahun 2020.

Inti dari kemampuan Xenesys, adalah merancang sistem pembangkit listrik tenaga termal dengan perbedaan panas yang kecil dan pembuatan penukar panas (Heat  Exchanger), yang merupakan peralatan yang paling penting dalam membentuk sistem OTEC Plant “, jelasnya  lagi.

Selanjutnya, selain kegiatan di bidang energi terbarukan seperti OTEC, Watanabe mengusulkan untuk memanfaatkan limbah panas yang tidak terpakai seperti dari industri “DTEC” atau “hot spring” (STEC) untuk menghasilkan listrik sebagai sarana yang efektif penghematan energi. Akhir kata  Xenesys berharap untuk dapat berkontribusi menuju  energi lebih efisien melalui demonstrasi dan komersialisasi OTEC dan limbah heat power generation”, janji Watanabe.

Dipaparkan lanjut oleh Azusa Rikitake, Production Team Imari Plant berbagai hal terkait  “Ocean Thermal Energy Conversion and Xenesys Inc., dilanjutkan dengan  Mukhtasor dan Agus yang menyampaikan perkembangan OTEC khususnya dan Energi baru dan terbarukan di Indonesia selama ini dengan tema paparannya ”Towards Ocean Energy Development in Indonesia”. Dalam diskusi muncul berbagai hal seputar teknis proses serta efisiensi HE juga kegiatan ke depan dari Xenesys yg di sambung dengan pertanyaan Anny Sulaswatty dengan “adakah kemungkinan adanya Joint research mengarah ke kemitraan antara Xenesys dengan peneliti Indonesia terkait OTEC?”, tanya Anny  dan direspon positif oleh seluruh jajaran pimpinan Xenesys.
Dikesempatan  berbeda, Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) usulkan pemerintah untuk memberikan prioritas bagi pengembangan energi laut Indonesia baik prioritas jangka pendek, jangka menengah prioritas, dan jangka panjang.
Offshore OTEC

"Untuk jangka pendek prioritas, seperti pemanfaatan energi arus dan gelombang pasang untuk daerah pesisir tidak memiliki akses listrik, yang umumnya membutuhkan kapasitas pembangkit listrik skala kecil," kata Kepala ASELI Mukhtasor dalam Workshop "Pengembangan Energi Laut ESDM" di Jakarta,(30/11).

Sementara itu, prioritas jangka menengah dan jangka panjang adalah dalam bentuk pengembangan pilot proyek termal laut dengan menggunakan OTEC teknologi untuk kebutuhan multiguna (listrik, pendingin ruangan, perikanan, air mineral dan pasokan air tawar), Mukhtasor menjelaskan bahwa energi laut akan bersaing dengan bahan bakar minyak (BBM). "Jika kita butuh USD cent  20 - 25  untuk menghasilkan 1 kWh menggunakan BBM, kita hanya membutuhkan USD cent  7- 18  dengan menggunakan energi laut," kata Mukhtasor yang juga anggota Dewan Energi Nasional (DEN)",ujarnya.

Sumber daya energi laut dapat dimanfaatkan seperti energi arus, perbedaan pasang surut, gelombang, Panas Laut, dan salinitas. Di Indonesia, jenis sumber daya dan potensi energi laut yang akan diratifikasi oleh ASELI (2011) termasuk pasang tinggi (potensi teoritis 160 GW, potensi teknis 22, 5 GW, dan potensi praktis 4, 8 GW), gelombang (potensi teoritis 510 GW, 2 GW potensi teknis, potensi praktis 1, 2 GW), laut termal (potensi teoritis 57 GW, GW 52 potensi teknis, potensi praktis 43 GW",jelas Mukhtasor kembali.

Kunjungan Tim Indonesia, diakhiri dengan tour lapangan seputar Plant baik indoor maupun ou tdoor yang sedang dalam  uji coba perlatan. (sa-emm/asw/humasristek)

Sumber :

Selasa, 06 Desember 2011

T-File : Turbin Arus Karya Mahasiswa ITB

T-Files adalah Sekelompok mahasiswa ITB,  yang ingin menyumbangkan inovasi, pemikiran dan pemberdayaannya keahliannya secara langsung pada solusi solusi masalah energi Nasional. Kami percaya bahwa keberadaan lautan Indonesia yang luas merupakan sebuah jalan menuju solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi Indonesia. Untuk mendapatkan Energi terbarukan dari laut belumlah merupakan teknologi yang sudah jadi, tapi masih sesuatu yang harus dikembangkan dan diteliti menjadi teknologi khas Indonesia. Kami committed untuk terus menerus menyempurnakan karya ini dan menelurkan karya-karya teknologi terbaru kan lainnya bagi kelautan indonesia.

kompak : ada yang pakai sarung, celana pendek potongan. Ada yg pakai sepatu, pakai sandal jepit , dan ada juga yang nyeker .. .... bergaya dengan khasnya masing-masing tapi tetap kompak



Adapun anggota T-Files, antara lain :
Mantan Guru Besar Elektro ITB (Prof.Dr.Ir.Iskandar Alisjahbana)
Industrialis BUMN (Andi Alisjahbana,MSME)
Dosen dan Karyawan Politeknik ITB (Ir.Undiyana Bambang & Carolus)
Oceanografi ITB (Mitha, Rikha, S.Si, Nida, S.si)
Teknik Mesin ITB (Taurino, ST. Bineka, Nugroho, Lujeng dan Leo)
Teknik Elektro ITB (Wicaksono, Andri S.t)
Sarjana METALURGI –ITB (Titus, S.t)
Sarjana Fisika-Uncen (Robert, S.Si)

Turbin Gorlov




Permanent Magnet Generator ( PMG) & Control System







Teknik kelautan ITB Raih akreditasi ABET setelah AS

Bandung (ANTARA News) - Program studi (prodi) Teknik Kelautan ITB merupakan "Ocean Engineering Program" pertama di luar Amerika Serikat yang memperoleh akreditasi dari badan akreditasi internasional, ABET, kata Ketua Prodi Teknik Kelautan ITB, Muslim Muin, di Bandung, Senin.


"Indonesia yang diwakili oleh ITB, merupakan yang pertama setelah Amerika yang mendapat pengakuan dari ABET," kata Muslim.
Towing Tank


Menurut Muslim, hal ini sangat membanggakan mengingat negara Indonesia merupakan negara kelautan besar di dunia, sudah sepantasnya Indonesia mempunyai program studi di bidang teknik kelautan bertaraf internasional.

"Harapan kami, semoga prodi Teknik Kelautan ITB bisa menyediakan tenaga ahli kelautan yang handal untuk mengisi pembangunan bangsa ini," kata Muslim.


Muslim menuturkan, momen ini merupakan momen yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk kembali menjadi negara Maritim yang kuat.

"Mudah-mudahan bangsa Indonesia bisa kembali menjadi masyarakat maritim yang kuat, bukan lagi masyarakat agraris," lanjutnya.
Wavemaker : piston type


















Masyarakat maritim yang kuat, kata Muslim, bukan hanya karena sumber daya alamnya yang berlimpah, tapi juga didukung oleh generasi muda yang menguasai teknologi kelautan.


Dulu, lanjut Muslim, bangsa penjajah telah berhasil mengubah bangsa ini menjadi petani karena mereka menguasai teknologi kelautan. "Saat ini kondisinya sudah lain, generasi muda Indonesia tidak hanya harus sanggup mempertahankan keutuhan NKRI, tapi juga sanggup mengelola sumber daya laut yang melimpah ini dengan menguasai teknologi kelautan," tuturnya.


Bagi prodi Teknik Kelautan sendiri, usaha untuk memperoleh akreditasi ini sudah berlangsung sejak 2007 lalu. Namun, permohonan akreditasi ABET baru diajukan pada Januari 2010.


Muslim mengaku, anggaran seluruh kegiatan dalam persiapan akreditasi ini murni dari hasil kerjasama dengan pihak industri, tanpa ada studi banding yang dianggarkan dari APBN.


"Kami tidak ada studi banding yang menggunakan anggaran APBN. Hampir sebagian besar berbentuk kerjasama dengan industri terkait. Ya, meski demikian, kalau kita mau maju seharusnya dibutuhkan kerjasama antara akademisi, industri, dan pemerintah, agar hasilnya pun lebih optimal," kata Muslim.


Dengan akreditasi ABET yang kini telah berhasil diperoleh, baik lulusan prodi Teknik Kelautan maupun Teknik Elektro akan lebih mudah mencari pekerjaan dan meneruskan studinya untuk jenjang yang lebih tinggi. Akreditasi ini juga akan memudahkan para pencari tenaga kerja untuk memilih lulusan yang berkualitas.


Menurut Mervin T. Hutabarat, dosen Prodi Teknik Elektro, meski standar yang diperoleh adalah standar internasional, bukan berarti lulusannya diorientasikan untuk bekerja di luar negeri.
Wave Energy Converter


"Karena kondisi saat ini mengharuskan kita untuk berjuang dan berkompetisi dengan standar internasional, meski di dalam negeri sendiri. Karena yang kita hadapi saat ini adalah para pekerja-pekerja asing yang berdatangan ke sini," kata Mervin.


Baik Muslim maupun Mervin sependapat bahwa yang terpenting dari keberhasilan ini adalah bagaimana prodi-prodi tersebut memastikan untuk selalu melakukan perbaikan secara kesinambungan. (ANT/K004)

Minggu, 04 Desember 2011

Zamrisyaf, Penemu Energi Listrik dari Gelombang Laut


Zamrisyaf bukanlah sarjana, bukan pula ilmuwan ternama. Namun, imajinasi dan kreativitasnya mengantarnya menjadi penemu sebuah karya berharga: Pembangkit listrik dari tenaga gelombang laut.

Siang itu sebuah kapal meluncur dari Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Di dek kapal sebuah lonceng besar tergantung di tiang kayu. Seorang pria bertanya-tanya dalam hati, untuk apa gerangan lonceng itu. Malamnya, Samudera Hindia memamerkan keganasannya. Gelombang besar menerjang, kapal pun terguncang. Semakin kencang hantaman gelombang, bunyi dentang lonceng besar di dek kapal itu terdengar makin lantang.

Itulah kisah tentang Zamrisyaf, karyawan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pada awal 2000 itu dia melakukan perjalanan dinas dari Padang ke Jakarta. Setelah perjalanan itu, otaknya terus berpikir. "Wah, jika energi gelombang itu bisa menggerakkan lonceng dengan begitu kuat, berarti energi gelombang itu juga bisa menggerakkan dinamo atau generator listrik," cerita Zamrisyaf, beberapa waktu lalu.

Mengutak-atik peralatan listrik memang sudah menjadi hobinya sejak lama. Lulus dari Sekolah Teknik Menengah (STM) Muhammadiyah Padang jurusan teknik elektro, Zamrisyaf muda mulai berpikir untuk menerangi desanya yang gelap gulita. Akhirnya, pada awal 1980, pria kelahiran Bukit Tinggi, 19 September 1958 itu mulai menemukan teknik pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Dengan membuat kincir air dari kayu, dia memanfaatkan derasnya aliran air sungai untuk memutar kincir yang dihubungkan ke generator listrik.

Hasilnya, kincir air itu berhasil mengalirkan listrik untuk 30-an rumah di desanya, Desa Sitalang, Lubuk Basung, Sumatera Barat. Keberhasilan itu cepat tersiar dan ditiru puluhan desa lain di Sumatera Barat. Atas jasanya itu, pada 1983 Zamrisyaf dianugerahi penghargaan Kalpataru oleh Presiden Soeharto. "Tapi, karena sulitnya mencari kerja, saat itu saya sebenarnya tengah merantau di Malaysia, sehingga penghargaan Kalpataru itu diterima oleh bapak saya," ujarnya.

Setelah mendapat Kalpataru, dia diminta pulang oleh Azwar Anas, gubernur Sumatera Barat saat itu, untuk membantu pengembangan listrik di wilayah terpencil. "Akhirnya, pada 16 Agustus 1983 saya mulai bekerja di PLN Sumatera Barat," ceritanya. Dia pun bertugas mencari sumber-sumber pembangkit listrik mikrohidro di wilayah Sumatera Barat, termasuk kepulauan-kepulauan kecil seperti Mentawai. Akhirnya, pada 2000 itulah tercetus ide untuk menggunakan energi gelombang laut sebagai sumber pembangkit listrik.

Namun, mempraktikkan ide itu rupanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Karena Zamrisyaf memang tidak mengenyam pendidikan tinggi atau kuliah di bidang energi laut, ide-idenya pun hanya dituangkan melalui serangkaian uji coba. Ide dasarnya adalah menggunakan ponton atau tongkang kecil yang di atasnya ada semacam bandul yang bergerak memutar. Logikanya, ketika ponton miring atau bergerak karena empasan ombak, bandul akan memutar untuk mencari keseimbangan. Karena empasan ombak datang terus-menerus, bandul akan terus bergerak memutar.

Ketika poros dari bandul tersebut dihubungkan dengan dinamo, gerakan memutar itu akan diubah menjadi listrik. Karena itulah, teknik itu dinamainya pembangkit listrik tenaga gelombang-sistem bandulan (PLTG-SB). "Idenya memang sederhana. Tapi, praktiknya ternyata tidak semudah yang saya kira," ujarnya. Pada 2002 Zamrisyaf melakukan uji coba pertama. Saat itu dia merangkai enam drum menjadi ponton. Di atasnya terdapat bandul, pelat becak, dan roda sepeda, namun belum dipasang dinamo.

Peralatan itu diangkat beramai-ramai bersama tetangga di Perumahan Mega Permai Muaro Panjalinan, Padang, untuk diapungkan di pantai dekat rumahnya. Namun, hasilnya belum memuaskan. Meski demikian, teorinya terbukti benar. Bandul bisa bergerak memutar, meski masih perlahan.  Setelah itu serangkaian uji coba pun dilakukan. Karena saat itu belum ada yang bersedia mendanai, Zamrisyaf harus merogoh kocek sendiri. Tak kurang dari Rp 40 juta dia keluarkan untuk membiayai percobaan-percobaannya.

Barulah pada 2007, uji cobanya dibantu PLN Sumatera Barat. Pada uji coba di Pantai Ulak Karang, Padang, tersebut, peralatan sudah dipasangi dinamo. "Lampunya bisa menyala, kadang terang, kadang redup. Tapi, intinya sudah terbukti bahwa energi gelombang laut bisa diubah menjadi energi listrik," ucap pria yang oleh teman-temannya dijuluki "Pendekar Listrik Gelombang Laut" tersebut.

Untuk mengembangkan temuannya itu, pada 2009 Zamrisyaf dipindahtugaskan dari kantornya di PLN Sumatera Barat ke Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PLN Pusat di Jakarta. Demi temuannya, Zamrisyaf juga harus rela tinggal di kos-kosan di Jakarta, berpisah dengan istri dan tiga anaknya yang tinggal di Padang. Di Litbang inilah temuannya terus dikembangkan, hingga akhirnya Zamrisyaf bertemu Profesor Mukhtasor, ahli teknik kelautan asal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. "Selama ini, temuan saya hanya berdasar uji coba. Jadi, kalau ditanya, berapakah besar ponton yang ideal, berapa panjang lengan, berapa berat bandulnya, saya tidak tahu rumusnya. Tapi, setelah bekerja sama dengan ITS, kini hitungannya sudah ketemu," jelasnya.

Berdasar kalkulasi ITS, model ponton terbaik bukanlah yang mengambang, melainkan ponton berbentuk seperti delima yang sebagian terendam dalam air. Untuk ponton dengan panjang lengan 2 meter, bandulnya seberat 10 kilogram. Dengan asumsi tinggi gelombang sekitar 0,5 - 1,5 meter, akan dihasilkan putaran 200,6 per menit (rpm) dan daya 25,20 kilowatt (kW).

Menurut Zamrisyaf, dalam ilmu perkapalan, para ilmuwan mencari cara agar kapal tetap stabil, tidak bergoyang terlalu kencang ketika terempas ombak. "Nah, untuk pembangkit listrik sistem bandulan ini, rumusnya dibalik. Jadi, dicari cara agar ponton bisa bergoyang lebih kencang ketika terkena ombak," terangnya. Dengan skema hasil perhitungan ITS tersebut, lanjut dia, selain memberi tenaga putaran optimal, generator juga terlindung di dalam ponton. Dengan demikian, generator tidak terkena air laut yang bisa menyebabkan korosi.

Operasionalnya pun cukup sederhana. Dalam satu ponton dipasang empat lengan beserta bandulnya. Jika satu bandul menghasilkan 25 kW, satu ponton bisa menghasilkan 100 kW. Nanti, 50 ponton bisa dirangkai, sehingga total menghasilkan daya 5.000 kW atau 5 megawatt (MW). Dengan asumsi kebutuhan satu rumah 1.000 watt, rangkaian ponton tersebut bisa melistriki sekitar 5 ribu rumah.

Zamrisyaf mengatakan, rangkaian ponton itu dipasang sekitar 500 meter dari bibir pantai dan diberi jangkar agar tetap berada di posisinya. "Sistem ini sangat layak untuk melistriki kepulauan-kepulauan kecil di Indonesia," ujarnya.

Dimintai komentar terkait dengan temuan Zamrisyaf, Profesor Mukhtasor mengatakan sangat mengapresiasi. "Temuannya itu unik dan berdasar kalkulasi kami, bisa diterapkan di lapangan," kata anggota Dewan Energi Nasional (DEN) yang juga ketua Asosiasi Energi Laut Indonesia (Aseli) tersebut.  Menurut dia, sistem pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan sistem bandulan (PLTG-SB) potensial dikembangkan di wilayah Indonesia. Berdasar kajian ITS, pembangkit ini cocok ditempatkan di garis pantai yang berhadapan dengan laut lepas. "Kami sudah mengidentifikasi, di wilayah yang tidak mengganggu jalur lalu lintas laut, potensinya bisa mencapai 6 ribu megawatt (MW). Ini luar biasa besar," sebutnya.

Untuk itu, ITS bersama Zamrisyaf akan menggandeng Kementerian Riset dan Teknologi untuk melakukan uji coba lebih lanjut. "Target kami, 2012 nanti mulai uji coba lapangan. Jika ada hal yang kurang, segera diperbaiki, dan jika hasilnya bagus, bisa langsung dijalankan," kata Mukhtasor.  Zamrisyaf pun berharap PLN dan Kemenristek bisa membantu uji coba lanjutan agar ide tersebut bisa segera menghasilkan karya nyata. "Saya lihat di situs YouTube, ilmuwan-ilmuwan di Amerika mulai mengembangkan sistem ini. Mudah-mudahan saja kita tidak kalah cepat. Sebab, teknologi ini sangat bagus untuk melistriki wilayah-wilayah terpencil. Selain ramah lingkungan, bisa menghambat abrasi pantai akibat arus laut," ujarnya.

Sebenarnya Zamrisyaf sudah mendaftarkan hak paten temuannya itu pada 2002. Namun, karena lamanya proses pembuatan, hak paten itu baru keluar pada 2010 dengan nomor P.00200200854. Selain Kalpataru pada 1983, dia pernah meraih penghargaan Perintis Lingkungan Hidup oleh Menteri Negara Sosial pada 1991, Tanda Kehormatan Satyalencana Pembangunan 2002 oleh Presiden, Dharma Karya Pertambangan dan Energi 2005 oleh Menteri ESDM, 100 Inovator Indonesia 2008 oleh Menteri Riset dan Teknologi. Yang terbaru, dia menjadi ikon program Inspirasi Indonesia di salah satu TV swasta. (*/jpnn)

source:

ASELI Usulkan Prioritas Pengembangan Energi Laut Indonesia

JAKARTA - Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) mengusulkan kepada Pemerintah untuk memberikan prioritas pengembangan energi laut Indonesia baik prioritas jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

"Untuk prioritas jangka pendek, berupa pemanfaatan energi arus dan gelombang untuk wilayah pesisir yang belum mendapat akses listik, yang umumnya membutuhkan kapasitas pembangkit listrik skala kecil," demikian disampaikan Ketua Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) Prof. Mukhtasor, pada "Workshop Pengembangan Energi Laut ESDM" di Jakarta, Rabu (30/11/2011).

Sementara itu, lanjutnya, prioritas jangka menengah dan panjang berupa pengembangan pilot project panas laut dengan teknologi OTECS untuk kebutuhan multi guna (listik, perikanan tangkap, penyediaan air mineral dan tawar, penelitian, dan wisata).

Prof. Mukhtasor menerangkan, pembangkitan energi laut jauh lebih ekonomis dibanding BBM. "Bila untuk membangkitkan 1 kWh dengan BBM dibutuhkan US$ 20-25 sen, dengan energi laut biaya yang dibutuhkan hanya US$ 7-18 sen," ujar Mukhtasor yang juga anggota Dewan Energi Nasional (DEN).

Jenis sumber daya energi laut yang dapat dimanfaatkan diantaranya energi arus laut (Tidal Current), energi level pasang surut (Tidal Height), energi gelombang (wave energy), energi panas laut (Ocean Thermal), dan energi kimia laut (Salinity).

Di Indonesia, jenis sumber daya dan potensi energi laut yang diratifikasi oleh ASELI (2011) meliputi arus pasang surut (potensi teoritis 160 GW, potensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW), gelombang laut (potensi teoritis 510 GW, potensi teknis 2 GW, dan potensi praktis 1,2 GW), dan panas laut (potensi teoritis 57 GW, potensi teknis 52 GW, dan potensi praktis 43 GW). (KO)


source :