Welcome

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. An-Nuur (24) : 40

Jumat, 25 November 2011

Developing a Wave Power Industry in France

Fortum and DCNS have recently signed a Letter of Intent on cooperation in the field of wave power research and development in France. A joint feasibility study for a wave power demonstration project located in France is planned to be starting by the end of 2011.
The project is in line with Fortum’s and DCNS’s ambitions. Fortum’s strategy is based on sustainable solutions that fulfil the needs for low emissions, resource-efficiency and energy security. DCNS aims to play a leading role in the emerging field of marine renewable energy, which is an integral part of the Group’s strategy and offers significant opportunities for long-term growth.

“The potential of wave power justifies the research investments in wave power plants. We firmly believe that wave power will play a significant part in the next generation renewable energy system. Fortum has seized this excellent opportunity to test the technology in cooperation with DCNS as it will allow both companies to utilise their complementary expertise in the area”, says Matti Ruotsala, Executive Vice President of Fortum, when signing the Letter of Intent with DCNS today.

Working together on the wave power demonstration project in France over the coming months will enable us to make considerable R&D progress for the future of this energy source.

“We are delighted to partner with a leading player, which contributes to the emergence of wave energy that undoubtedly plays an important role in the market for marine renewable energies. DCNS has all the skills to provide the appropriate industrial answers to Fortum”, said Bernard Planchais, Executive Vice President and Chief Operating Officer of DCNS. “DCNS is ready and eager to play a leading role in this market by working with Fortum on projects that will serve as precursors to industrial scale-up.”

Fortum has been actively involved in wave energy development since 2007. The company is already participating in two wave power development projects aiming to build demonstration plants in Sweden and Portugal. Offshore wave power technology is being researched in Sweden and nearshore wave technology in Portugal in collaboration with the Finnish company AW-Energy. WaveRoller, a technology developed by AW-Energy, is now being looked into as one opportunity to be used in the French project developed by Fortum and DCNS.

CO2-free energy production is Fortum’s core competence: in 2010, 86 % of Fortum’s power production in Europe was CO2 -free. The company’s ambition is to contribute to building a low-carbon society also in France. Therefore Fortum will participate in the tendering processes for hydropower concession renewals in France as announced in the end of last year.

DCNS is the unique industrial company in the world that is exploring the entire spectrum of marine renewable energy technologies from floating offshore wind turbines and marine current turbines to ocean thermal energy conversion (OTEC) and wave converters. Building on its technologies, industrial means and expertise, DCNS covers the complete cycle of these new power production systems: (1).conception, (2).construction and (3).maintenance. Last January, DCNS acquired an 8% holding in OpenHydro, a world leader in tidal renewable energy, in order to enable the companies to combine their marine engineering strengths in the tidal energy market. Moreover, DCNS plans to develop and build a 10 MW offshore ocean thermal energy pilot plant in Martinique and will deliver an OTEC land based prototype to La RĂ©union.

New concept converts oceans solar energy into low-cost electricity

Illustration courtesy ABS



The American Bureau of Shipping has just approved a new concept for renewable energy production for a commercial grid that converts the solar energy of tropic oceans into low-cost electricity. The new concept design utilizes a moored spar using ammonia in a closed-cylce process to produce electrical power and, unlike wind, tidal, or solar power, the system can deliver constant output 24 hours a day.
This concept combines proven offshore principles with off-the-shelf power, technology and proprietary innovations, all assembled in a unique way, says Ian Simpson, ABS Director of Offshore Technology and Business Development, Americas Division.

Developed by OTEC International (OTI) of Baltimore, Maryland, the concept converts liquid ammonia into gas in a heat exchanger using warm ocean surface water. The ammonia gas then drives turbines that turn generators to produce electricity which is then exported through a submarine power cable to a land-based utility company. The ammonia is condensed back into a liquid phase using cold ocean water pumped from 3,000 feet below the waters surface and the process begins again. The process is based upon the well-established thermodynamic Rankine cycle.

OTI has integrated the OTEC power block into a large floating vessel, in this case a spar, for an economically and environmentally-efficient means of converting solar energy from the tropical oceans into affordable electricity, explains Barry Cole, OTIs Executive Vice President and Director of Technology Development.

ABS has issued this first Approval in Principle for both the 25MW and 100MW designs and says OTI could be eligible for ABS class notation A1, Floating Offshore Installation (FOI) Spar, SFA(30).
Via ABS


source : 
Aug 19th, 2011

Jumat, 18 November 2011

Renewable Energy for Sustainable Bridge : Sumbang Pikiran Untuk Megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS)

Penggiat Energi Terbarukan


Jembatan Suramadu
Megaproyek Jembatan Selat Sunda
Jembatan Selat Sunda (JSS) adalah salah satu mega proyek pembangunan jembatan yang melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Dan akan dibangun 70 meter di atas permukaan laut,  melewati tiga pulau-pulau kecil di selat itu, yaitu Pulau Prajurit, Ular, dan Sangiang. Total Panjang jembatan sepanjang 29 km yang merupakan jembatan terpanjang di dunia dan diperkirakan  menghabiskan dana  Rp215,375 triliun (US$25 miliar).  JSS direncanakan akan mulai dibangun tahun 2014, dengan jangka waktu pembangunan selama 10 tahun.

Rencana Jembatan Selat Sunda (JSS)


Rencana Ukuran dan Kapasitas:
1.  Lebar Jembatan 60 m2.
2.  2x3 Jalur Lalu Lintas Raya
3.  2x1 Jalur Darurat
4.  Lintasan Ganda (Double Track) Kereta Rel
5.  Pipa Gas, Pipa Minyak, Kabel Fiber Optik, Kabel Listrik, dll


Jembatan Suramadu Dari Arah Madura
Danyang Kunshan Bridge - China


JSS akan menggunakan Renewable Energy
Pemerintah akan memanfaatkan energi terbarukan dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda. Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak mengatakan, penggunaan energi terbarukan itu akan diterapkan (diuji-cobakan) terlebih dahulu di Jembatan Suramadu.

Menurut Hermanto, energi terbarukan itu akan menggunakan energi surya, angin, dan laut. Dia bilang tujuan penggunaan energi terbarukan ini untuk melindungi sumber daya alam serta meminimalisasi kerusakan lingkungan. ( http://nasional.kompas.com).

 
Sidney Harbour Bridge - Australia
Megaproyek JSS harus menjadi contoh dan berkelas dunia
Sistem Penggabungan Megaproyek JSS dengan pemanfaatan energy terbarukan, merupakan sesuatu yang luar biasa dan bernilai positif, karena akan menjadi contoh untuk daerah-daerah lain bahkan Negara-negara lain, bagaimana seharusnya membangun sebuah  jembatan.  

Penting !!!
Megaproyek JSS dan segala infrastrukturnya, hendaknya tidak dibuat secara biasa-biasa saja tapi hendaklah dibuat menjadi sesuatu yang luar biasa sampai ke detail-detailnya. 
JSS is not just a brigde, but it's also a value 

Semua aspek teknologi dalam megaproyek JSS ini harus memiliki nilai keilmuan dan unsur keindahan yang dapat memberikan kesan luar biasa.

Seandainya memang pembangunan proyek JSS ini akan menggunakan energi terbarukan maka nilai-nilai positif yang dapat diambil adalah :

  1. Dapat mengurangi proses pemanasan global (Global warming ), meminimalisai kerusakan lingkungan, dan pemanfaatan sumber daya alam yang bersih. Hal ini tentu sangat positif bagi Indonesia di mata dunia mengenai program clean and green energy. Dan ini harus diekspos agar menjadi contoh bagi Negara-negara lain.
  2. Menghemat Biaya Energi. Pemanfaatan energi terbarukan untuk JSS akan menguntungkan pihak pengelola dari segi biaya energi dalam jangka panjang.  Bahkan seandainya nilai-nilai  teknologi alat pembangkit energi terbarukan ini ditonjolkan atau diekspos,  dan didasain se-artistik mungkin maka JSS ini dapat menjadi kawasan wisata teknologi terpadu yang dapat mendorong kunjungan wisatawan domestic maupun manca Negara,  sebagai pusat studi keilmuan dan kajian teknologi. Secara jangka panjang tentu ini akan memberikan nilai ekonomi yang positif baik bagi pengelola maupun masyarakat sekitar kawasan JSS.
  3. Sebagai langkah atau terobosan awal mengenai pemanfaatan energi terbarukan yang lebih serius, terutama sumber energi yang bersumber dari kelautan dan tenaga angin.

Jika demikian maka membangun sistem pembangkit energi  terbarukan pada megaproyek JSS ini tidak boleh terlepas dari sedikitnya 4 macam unsur yang dikombinasikan yaitu : teknologi tinggi, kehandalan, seni keindahan, dan kelestarian lingkungan. Dan hal ini harus ditonjolkan atau diekpos

 
Dalam tulisan ini, saya hanya ingin sumbang saran dan pemikiran mengenai konsep penerapan energi terbarukan untuk JSS, mudah-mudahan ada manfaatnya.  Ide ini muncul tidak terlepas dari hasil pengamatan (survey lapangan) yang pernah dilakukan di jembatan suramadu pada awal November 2011.  
Penulis Bersama Tim Melakukan Survey Di Jembatan Suramadu Untuk Kajian Pemanfaatan Energi Terbarukan

 
Potensi Energi Terbarukan Di Sekitar Selat Sunda
Penulis belum pernah menguji dengan melakukan survey secara ilmiah, berapa rata-rata kecepatan arus laut dan kecepatan angin, frekwensi dan  rata-rata ketinggian gelombang, dan perbedaan temperatur air laut  di sekitar kawasan selat sunda.  Namun berdasarkan pengamatan visual,  potensi energi kelautan, angin, dan solar cell di sekitar selat sunda sudah cukup memadai untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan.  

Hal ini berbeda dengan kondisi di Jembatan Suramadu,  yang pernah penulis survey, potensi yang paling utama di selat Madura ini yang lebih memungkinkan, yaitu angin dan solar cell, sedangkan potensi gelombang dan arus laut, walaupun bisa diterapkan namun hasilnya kemungkinan kurang memadai atau kurang maksimal.

Jadi tidaklah salah apa yang diungkapkan oleh Wakil menteri  PU Bapak Hermanto Dardak, bahwa pembangunan JSS akan menggunakan energi terbarukan, yaitu energi surya, angin, dan laut (Gelombang dan arus).  Karena memang potensi energi terbarukan dikawasan selat sunda sudah cukup memadai.

Yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah bagaimana:
1.      konsep Energi Terbarukan yang akan diterapkan,
2.      sistem teknologi, dan
3.      cara penempatan, dan
4.      manajemen pengelolaannya.


JSS Sebagai Kawasan Wisata Teknologi Terpadu
Membangun jembatan Selat Sunda sudah tentu akan dibarengi dengan pengembangan kawasan strategis dan infrastruktur lain di sekitarnya.  

Penggabungan keindahan teknologi  jembatan dan sistem teknologi terbarukan harus didesain dengan kehandalan tingkat tinggi, penempatan yang sesuai dan didesain se-artistik mungkin. Sehingga tidak hanya berfungsi sebagai sarana transportasi dan sumber energi tetapi dapat menjadi objek wisata teknologi yang indah, dan berwawasan lingkungan. 

Lingkar Bawah Jembatan Suramadu Dari Arah Surabaya : Kurang Penataan
Di jembatan suramadu, ada jalan lingkar bawah yang memutar (arah dari Surabaya) yang memungkinkan  orang bisa berhenti di area tersebut untuk menikmati keindahan jembatan suramadu, namun sayang penataannya kurang memadai sehingga kurang memberikan nilai tambah secara ekonomi.

Apabila JSS mau dikemas sebagai objek wisata teknologi terpadu yang dapat memberikan nilai tambah ekonomi, maka sebaiknya sebelum memasuki jembatan harus disediakan  area khusus yang memang diperuntukkan sebagai kawasan wisata teknologi. 


Lake Pontchartrain, Lousiana, New Orleans USA



Disini disediakan area untuk parkir, restoran, dsb termasuk  untuk  penempatan area energi terbarukan (solar cell dan turbin angin). Di kawasan ini juga orang  dapat memandang dan melihat ke arah laut bagaimana energi gelombang dan arus laut bekerja, dan melihat pemandangan keindahan jembatan dari sisi kiri dan kanan,  dan mengamati bagaimana struktur-struktur jembatan itu tersusun.

Di kawasan ini juga,   sebaiknya dibuat 1 buah maskot energi terbarukan dengan konsep teknologi ocean multi-converter  yaitu 1 buah alat dapat  mengkonversi lebih dari 1 potensi sumber energi,  sebagai icon energi  terbarukan Indonesia. 

Apabila hal ini bisa dilaksanakan dengan serius, maka bisa menarik kalangan pelajar, civitas akademika perguruan tinggi, dan instansi riset dalam dan luar negeri, serta kalangan masyarakat umum  untuk dapat berkunjung, dan tentunya akan menambah pemasukan. 


Konsep Teknologi Energi Terbarukan Yang Diterapkan Pada Megaproyek JSS

Pertama (I) :  solar cell atau energi surya.
Instalasi  panel solar cell sebaiknya terintegrasi dengan mengikuti sistem atap / roof infrastruktur bangunan  yang akan dibuat.  Didesain handal dan artistic.   

Misalnya pada :
  1. Pintu gerbang (gardu tol) keluar-masuk jembatan
  2. Tempat parkir kantor & bangunan kantor pengelola kawasan JSS
  3. Infrastruktur bangunan yang berada di kawasan khusus tempat wisata teknologi (Seandainya diadakan)
  4.  1 buah "Monumen Surya" yang dibuat dan didesain secara khusus, sehingga disamping menghasilkan energi listrik juga sebagai monumen energi surya indonesia yang dapat menambah  daya tarik.

Penempatan Panel Energi Surya : Sebaiknya hindari pemasangan panel energi surya (sistem tiang)  pada struktur jembatan, karena kecepatan angin di kawasan JSS cukup tinggi. Pencegahan ini dilakukan karena panel energy surya yang berukuran sekecil apapun bisa menyebabkan terjadinya getaran-getaran pada struktur jembatan, terutama  pada saat angin kencang.  Berbeda dengan di jembatan suramadu, pemasangan panel-panel kecil di jembatan ini masih memungkinkan, masih fisibel.  

Atap Panel Surya  
Bisa diaplikasikan Pada bangunan kantor, Tempat Parkir dan Pintu Tol Jembatan

 
The main stadium for the World Games 2009 in Kaohsiung, Taiwan, With more than 8,000 solar panels on its roof, on a sunny day the stadium can cover 75% of its energy needs

Stadium di atas  hanya sebagai inspirasi seandainya di kawasan JSS dibangun Semacam Monumen Energi Surya



Kedua (II) :  Pembangkit Listrik Tenaga Angin (wind Turbin)

Konsep Dasar
Memilih model atau jenis turbin angin untuk diaplikasikan pada megaproyek JSS, sebaiknya memperhatikan :
  1. Kemudahan maintenance (pemeriharaan).  Turbin angin dengan tower pendek lebih mudah dalam pelaksanaan pemeliharaan dari pada  yang tipe tower tinggi. Tower pendek biasanya menggunakan turbin model vertical axis (sumbu vertical). 
  2. Kehandalan (reliability) , umur ekonomi yang memadai.
  3. Didesain secara artistic, sehingga memiliki nilai daya tarik. Dan dimungkinkan pada struktur turbin ini, dimanfaatkan sebagai space media iklan bagi perusahaan lain.
  4. Memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam negeri, agar nanti mudah dalam pemeliharaan. Atau kombinasi dalam dan luar negeri. Produk yang dibeli  seutuhnya impor pada umumnya tidak mudah dilakukan pemeliharaan oleh bangsa kita. Sehingga banyak terjadi di beberapa instansi  produk-produk mahal luar negeri baru beberapa bulan sudah menjadi barang rongsok. 


    Architectural Wind is a small wind turbine that can be mounted on the top edge of a building. When wind hits a building, the resistance creates an area of accelerated air flow--straight up the side of the building. This wind turbine catches the faster winds as they travel up the wall. A variety of buildings have installed rows of these turbines, including the Maui Ocean Center in Hawaii and Logan International Airport in Boston.




    vertical wind turbine : near the office building


    Penempatan Turbin Angin

    1. Penempatannya jangan mengganggu konsentrasi pengguna jalan, karena dapat membahayakan berlalu lintas.
    2. Sebaiknya jangan dipasang pada struktur jembatan, baik struktur bawah ataupun struktur atas jembatan, karena dapat mendatangkan bahaya.  Bahkan di jembatan suramadu pun yang panjangnya Cuma 5,4 km,  pemasangan turbin angin pada struktur jembatan tidak direkomendasikan.
    3. Penempatan turbin angin bisa dilakukan pada :

    • Area sebelum memasuki jembatan
    • Area setelah keluar jembatan
    • Di lautan,  dengan menggunakan sistem teknologi multi-converter (sebagaimana penulis sebutkan sebelumnya di atas).  Ini teknologi asli karya anak bangsa,  dan bisa jadi kedepan dapat menjadi  contoh buat Negara-negara lain. Desain sistem teknologi multi-converter tidak ditampilkan dalam tulisan ini.


    Beautiful design, tetapi posisi turbin angin yang memotong jalan ini dapat membahayakan pengguna kendaraan seandainya ada suku cadang yang lepas. Sebaiknya dipasang pada posisi searah dengan jalan dan dipinggir jalan dengan jarak tertentu. 




    vertical wind turbin : sudu turbin dapat didesain dan diberi motif sesuai keinginan .





    Konsep jembatan masa depan karya Francesco Colarossi, Giovanna Saracino and Luisa Saracino dari Itali yang digabungkan dengan energi surya dan turbin angin  . Tetapi ini "  It isn’t entirely realistic, it’s an interesting conceptWind Turbine tidak direkomendasikan dipasang pada struktur jembatan, harus stand alone /  berdiri sendiri...






    London Bridge Will Soon Be All Lit Up With LEDs!

    London Bridge hasn’t fallen down–yet. But any 117-year old bridge is bound to need a few updates here and there. The latest round of improvements will help cut the amount of energy required to light the landmark by 40 percent.

    There’s no denying that London Bridge is an icon–a song praising its usefulness in times of conflict is sung to children before they can walk. But in recent iterations, the bridge has incorporated inefficient technologies that mar its noble history.

    It was over 25 years ago that the London Bridge lighting system, used to illuminate the landmark at night, was last upgraded. But GE and its UK partner EDF Energy recently received a formal approval to retrofit the 800-foot bridge with new energy efficient LED technology and a cabling system that will bring it into the 21st century with style.

    The new system is designed to enhance the architectural features of the 117-year old bridge. GE’s multi-color LEDs with variable intensity will illuminate the bridge’s Victorian gothic turrets, granite and stone towers as well as an aerial walkway and suspension chains. Kinga Kalocsai of GE Lighting says that the new lighting will “emphasize the lines of force” of the bridge. “The light will reveal the tonalities in harmony with the architecture of the structure,” says Kalocsai.
    Look for the new LED lighting to be on display during the 2012 Olympic and Paralympic Games to be held in the British capital next summer.

    Article by Beth Buczynski, appearing courtesy Crisp Green.



    Kamis, 17 November 2011

    Indonesia needs Rp 134.6 trillion to develop renewable resources

    The Energy and Mineral Resources Ministry says Indonesia needs around Rp 134.6 trillion (US$15.72 billion) in investment until 2025 to develop renewable energy.


    According to the Master Plan for the Acceleration and Expansion of Indonesian Economic Growth (MP3EI), the investment would be used to build renewable energy facilities in five corridors: Rp 25.06 trillion for Sumatra, Rp 86.3 trillion for Java, Rp 15.77 trillion for Sulawesi, Rp 2.64 trillion for Bali-Nusa Tenggara and Rp 4.83 trillion for Papua-Maluku.


    The ministry’s acting director general for renewable energy and energy conservation, Kardaya Warnika, said the government’s policy priority was making renewable energy a viable means to generate electricity.
    “The Rp 134.6 trillion would be allocated to build power plants and the supporting infrastructure,” he said on Wednesday in a press statement available on the ministry’s official website.
    He added that the government was committed to supporting innovations in developing renewable energy in the country.


    One of the manifestations of that commitment was that the government planned to replace all the street lamps with solar cell lamps, he added.


    The ministry also suggested that all shopping centers in major cities in the nation stop using power from state electricity company PT PLN and install solar panels on the top of their buildings to produce power independently, he said. “Indonesia is located on the equator, so we have plenty of sunshine. China, which is a subtropical country, already utilizes solar energy, so why can’t we?” Kardaya said.


    For biofuel, he said, the government would prioritize the development of biofuel from materials that were not used for foods, such as palm oil shell and jatropha.
    “If we use materials that are used for food, we have to compete with food industries for the materials, so the prices may go up,” he said.
    According to ministry data, 7,134 megawatts were produced from renewable energy sources in 2010, up slightly from 7,129 in 2009.


    Of the 7,134 megawatts, 1,189 were produced by geothermal power plants, 5,705 from hydro power plants, 9.34 from solar panels, 1.96 from wind power plants and 228.64 from micro-hydro power plants.


    abundant renewable energy resources
    Indonesia is blessed with abundant renewable energy resources. Data shows that the potential for hydro power in the country is 75,670 megawatts, geothermal 27,670 megawatts, micro-hydro 500 megawatts, wind 9,290 megawatts, and solar 4.8 kilowatt-hours per square meter per day.
    Of the country’s total energy mix, the ministry plans to increase renewable energy’s current 5 percent share to 17 percent by 2025.


    PLN announced earlier that it planned to install solar panels for 340,000 new customers in eastern Indonesia this year, with a total investment of around Rp 1.2 trillion.



    The 340,000 solar panel customers would include 120,000 customers in West Nusa Tenggara, 120,000 in East Nusa Tenggara and 100,000 from the rest of eastern Indonesia including Central Kalimantan and Papua.
    The ministry announced in February that local energy firm Viron Energy planned to build Indonesia’s first large-scale wind farm in Sukabumi, West Java, this year, with a 30-megawatt capacity.